0
Tempat Karaoke |
Tempat Karaoke - Sebuah tempat untuk melakukan aktifitas bersenang-senang sambil mengibur diri dikala sepi dan mengisi kekosongan waktu. Namun banyak pula yang menjadikan sebuah rutinitas kewajiban nongkrong di tempat karaoke, seperti para pekerja yang bekerja di tempat tersebut, karena untuk mencari nafkah dan menghidupi keluarga.

Karaoke banyak disenangi oleh anak muda maupun orang-orang yang telah dewasa, karena memang mengasikkan dan mampu menjadikan kita  kembali merasakan seperti terlahir kemabali ketika selesai dari tempat karaoke. Jadi tikak salah kan jika banyak orang yang senang dan menghibur diri di tempat seperti itu ?

Tempat Karaoke Ajang  Esek-Esek

Namun banyak pula yang memilih untuk tidak berhibur di tempat karaoke karena merasa malu mengunjungi tempat seperti itu, disebabkan tempat karaoke biasanya identik dengan perbuatan-perbuatan asusila (esek-esek) yang telah menjadi rahasia umum apa yang terjadi di negara tercinta untuk saat ini. so.. jika ada yang memilih mencari hiburan di tempat lain ini juga hak mereka.

Sebagai seorang yang berpendidikan tentu hal seperti ini tidak perlu diriutkan atau dibesar-besarkan, apakahdi ingin berhibur di tempat karaoke atau tidak, karena itu sesuai dengan hasrat dan pilhan masing-masing individu, daripada ribut dan saling menyalahkan, mending kita mengedepankan saling pengertian diantara satu dengan yang lain. Mudah kan ? kenapa mesti pusing sendiri ketika menghadapi situasi seperti ini.

Artikel Tempat Karaoke Absurd ?

Anda pusing dengan membaca artikel tentang Tempat Karaoke yang ada di depan anda ini ? ngak perlu risau karena artikel ini hanya sebagai uji coba saya dalam membuat sebuah teori lingkaran setan dengan cara artikel yang sama. Apakah ini berdampak positif atau malah sebaliknya ? kita lihat aja hasilnya nanti.. hehehe :D so.. jika anda merasa pusing, saya juga mengallami hal sama ketika mebuat artike ini.. hihihihihi :D

Jadi jangan mempersalahkan kejelasan artikel yang semakin nggak jelas dan makin ngawur ini? jika anda merasakan keberatan, itu masalah pribadi anda sendiri, jangan dipermasalahkan apalagi sampai menghubungi kantor polisi.. hahahaha :D
readmore »
0
Kunci Surga Untuk Prajurit Kecil |


Sabtu, 11 November 2011

“Ketika hidup hanya untuk meminta tanpa mau memberi, sebenarnya saat itu kita tidak hidup, melainkan telah mati sebelum kematian itu datang. (Agus Arifin)

Teman, jika kemarin engkau telah membaca tulisanku “ Senyum Malu Itu Benar-Benar Ada”, sekarang kan kuceritakan padamu tentang salah satu aktifitasku sebagai Pengajar Muda di Bumi Mandar Tatibajo. Selain menyiapkan metode dan bahan ajar untuk  persiapan mengajar keesokan harinya di sekolah, mengajar mengaji, adalah salah satu aktifitasku tatkala malam telah tiba menawarkan kesunyian. Lampu mushola yang tak begitu terang selalu setia menemaniku. Aktifitas itu nyaris setiap hari kujalani mulai dari pukul 18.25 s.d 20.00 WITA, hanya libur ketika hari Kamis Tiba. Jumlah murid mencapai 30 anak dan dengan tingkatan yang berbeda untuk masing-masing anak, ternyata cukup membuatku kewalahan. Syukurlah aku tak sendiri, ada imam mushola yang membantu meringankan pekerjaanku. Meski usianya tak lagi muda, bagiku kehadirannya cukup menjadi pemompa semangatku. Sebagai bentuk penghormatanku kepadanya, aku biasa memanggilnya dengan sebutan pak Imam. Orang-orang biasa memanggilnya bapaknya Ical, karena beliau memiliki anak pertama yang bernama Ical. Begitulah budaya Mandar, seorang laki-laki yang sudah menikah dan memiliki anak, biasa dipanggil bukan dengan nama aslinya melainkan dengan meminjam nama anaknya.

Pengalaman yang akan kuceritakan ini adalah pengalaman yang baru saja ku alami beberapa menit sebelum kuputuskan untuk menulisnya. Suhingga aku jamin bahwa cerita ini benar-benar masih sangat fresh. Ibarat nasi, masih panas. Ibarat buah, masih segar baru dipetik dari pohonnnya. Tak ada sedikitpun niat menggurui apalagi menyombongkan diri, tidak ada, sungguh tidak ada.. yang ada hanyalah niat untuk berbagi inspirasi dan kebahagiaan, karena kebahagiaan sejati bukanlah ketika kita dapat  berbahagia seorang diri, melainkan ketika kita mampu menularkan kebahagiaan itu, hingga membuat orang lain pun merasakan bahagia. Dari hati kecil ini, hanya terbersit sebuah harapan, semoga dari sekian banyak temanku yang membaca, paling tidak ada satu hati yang terinspirasi.

“Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh..” “wa’alaikum salam warohmatullohi wabarokatuh..” jawaban itu terdengar serentak menggetarkan seluruh penjuru mushola. “Baiklah anak-anak, malam ini kita akan belajar menghafal Qur’an Surah At-Takatsur ayat 1-8 sekaligus bapak juga akan menjelaskan terjemahan dari surah tersebut, bagaimana anak-anak siap?” Siaap”..jawaban serentak kembali terdengar membahana, memecah kegelapan malam yang berusaha menawarkan kesunyian. “Baiklah anak-anak ikuti bapak ya“ Bismillahirrohmanirrohim...Alhakumuttakatsur...”  Bismillahirrohmanirrohim...Alhakumuttakatsur...” balas mereka dengan penuh semangat mengikuti bacaan demi bacaan yang kukumandangkan. Ayat demi ayat kubacakan, lengkap dengan terjemahan dan penjelasannnya. Aku tak berani menyebut itu tafsir, karena kucukup tahu diri, bahwa aku bukanlah seorang ahli tafsir. Aku hanya berusaha menjelaskan dengan bahasa anak-anak agar mereka memahami apa yang mereka baca. Agar mereka tak hanya membaca dan menghafal tanpa makna yang melekat dalam hati.

Qur’an Surah At-Takatsur, intinya bercerita tentang orang-orang yang lalai dan tentang alam kubur. Anak-anak terlihat serius menyimak kata demi kata yang keluar dari mulutku. Kuceritakan secara detail tentang kehidupan di alam kubur. Tak lupa kuceritakan pula kehidupan di surga dan neraka. Saat kuceritakan tentang surga, senyum bahagia bercampur takjub menghiasi wajah mereka. Namun saat cerita tentang neraka mulai ku buka, dahi mereka mulai mengkerut,  wajah mereka mulai berubah, pertanda bahwa ketakutan dan kekhawatiran mulai menghantui mereka.  Tak hanya anak-anak, ibu-ibu, bapak-bapak, dan para  pemuda  pun ikut menyimak ceritaku dengan sangat serius.  Aku pun heran, tak biasanya mereka berkumpul di depan pintu dan mengintip dari lubang-lubang jendela dalam jumlah sebanyak itu, sampai berjubel di depan pintu. Biasanya hanya dua sampai tiga orang ibu yang mengawasi anaknya tatkala mereka sedang mengaji. Kebetulan jarak rumah warga dengan mushola sangat berdekatan, jadi mungkin saja suaraku terdengar sampai rumah mereka, sehingga mereka berdatangan ke mushola. Apalagi aku sengaja lebih mengeraskan suaraku, agar anak-anak dapat mendengar dan memahami apa yang kusampaikan. Melihat fenomena itu, timbul ide di kepalaku untuk mengaitkan semua cerita yang telah kusampaikan sebelumnya dengan perintah untuk sholat  lima waktu. Ini menjadi penting untuk dibahas, karena di Tatibajo hampir semua orang tua tak pernah sholat 5 waktu. Hanya sedikit orang saja yang menjalani sholat, jumlahnya pun tak sampai 5 Orang. Aku berani mengatakan itu, karena aku belum pernah melihat orang-orang di sana melaksanakan sholat selain hari jumat dan hari raya.

“ Anak-anakku untuk masuk surga itu ada kuncinya, jadi nggak bisa sembarangan masuk. Mau tahu apa kuncinya? Mauuu..”jawab mereka serentak. “Kunci masuk surga itu  sholat 5 waktu. Jadi yang sholatnya masih bolong-bolong gak bisa tuh masuk surga. Makanya harus rajin sholat 5 waktunya. Setuju?” Sepakat..” sepakat? Setuju” Jawab mereka dengan wajah penuh semangat. Oh iya bapak ingin tambahkan lagi cerita tentang surga. Di surga itu semuanya ada. Kalian ingin mainan tinggal sebut saja, kalian ingin makanan enak tinggal sebut, kalian ingin minum susu, langsung ngalir sungai susu saat itu juga”.  Wuaah, klo ingin televisi pak, apa bisa?” tanya mereka penasaran sambil terkagum-kagum. “wah kalau cuma televisi ya bisa sekali..” Kulihat wajah-wajah polos yang lebih takjub dari sebelumnya.  “ Tak hanya itu, di surga kalian nanti akan jadi lebih cantik dan ganteng saat angin surga berhembus menyentuh tubuh kalian. Hayoo, siapa yang pengen masuk surga?” Saya pak..” jawab mereka sambil berebut mengacungkan tangan. Ah..damai hatiku melihatnya..pertanyaan-pertnyaan dan tingkah laku polos mereka lah yang sering membuatku tersenyum bahagia dan menjadi penghibur tatkala rasa rindu pada keluarga dan teman-temanku datang tiba-tiba.

“Saya juga mau masuk surga pak Arif..!” Suara itu datang tiba-tiba dari arah pintu masuk mushola. Seorang ibu setengah baya dengan dandanan menor ala Inul Daratista, wajahnya putih tapi kulit lengannya cokelat, pertanda bahwa bedak yang dipakai sangatlah tebal. Sang ibu dengan semangatnya mengacungkan tangan, seakan tak mau kalah dengan anaknya yang ikut mengaji bersamaku. “Oh ibu mau masuk surga juga..? Wah Bisa bu...tapi ada syaratnya. Sambil tersenyum kecil, kuhadapkan wajahku ke arah anak-anak yang duduk melingkar di hadapanku, “syaratnya apa anak-anak? “Sholat Lima Waktuuu..!” suara itu terdengar keras namun tetap seirama. Ya, suara yang membuatku bangga sekaligus bahagia tatkala mendengarnya. Kulihat sang ibu tersenyum malu. Keunikan tak berhenti sampai di situ, tepat ketika adzan isya’ akan dikumandangkan, seorang anak bernama Rudi, salah satu muridku yang masih duduk di kelas VI, atas inisiatifnya sendiri tiba-tiba mengambil microfon dan berkata “ Orang tua ayo sholat lima waktu, ayo sholat lima waktu...!” khas dengan logat Mandarnya. Walau sedikit nekad, tapi tak apa, aku tetap bangga dengan semangat dan keberaniannya. Anak-anak yang lain juga tak kalah semangatnya. Saking semangatnya, sampai-sampai mereka berebut untuk melaksanakan adzan dan iqomat. Keputusan siapa yang adzan dan iqomat pun ditentukan lewat ‘hompimpa alaihom gambreng.” Siapa yang menang, dialah yang adzan dan iqomat. Kali ini muridku, Sapar pemenangnya. Dia girang bukan kepalang. Bagai orang yang baru saja menemukan harta karun atau mendapatkan warisan yang melimpah. Senyum kecil pertanda puas, bahagia dan bangga mengembang di wajahku. Kuhela nafas panjang, “Anakku, semoga semangat kalian, terus berkobar tak padam oleh waktu. Semoga semangat kalian juga kan menular pada orang tua kalian. Ah, rasanya aku mulai menemukan sisi lain dari kalian. Sisi lain yang menjadikan kalian pantas untuk kubanggakan. Sisi lain yang membuatku semakin menyayangi kalian, Prajurit-Prajurit Kecilku . (Arif)

readmore »
0
Tiga Kualitas Pribadi |

KEJELASAN TUJUAN,


KESEGERAAN BERTINDAK,
dan KERENDAHAN HATI,


adalah tiga kualitas pribadi
yang paling berperan
membebaskan orang dari kemiskinan,
mengeluarkannya dari kesulitan,
meninggikan derajatnya,
mengkayakan kehidupannya,
dan menjadikannya pemimpin
yang membahagiakan sesamanya.


Maka segeralah bertindak
dalam kejelasan tujuan,
dan selalu peliharalah kerendahan hati Anda. (MT)

readmore »
0
Doa kita. | Doa saya bagi keberhasilan Anda.

Dalam Subuh yang damai ini, kami menyadari bahwa bukan rendahnya temperatur yang paling membekukan kehidupan, tapi rendahnya keberanian.

Telah banyak jiwa yang sejatinya pandai, berbakat, dan berimpian tinggi - yang membeku karena rasa takut.

Apa pun yang direncanakannya, apa pun kelengkapan persiapannya, dan apa pun yang telah didoakannya kepada Tuhan dan yang dimintakan nasehatnya dari sesamanya, dia tetap tidak bergerak.

Rasa takut membekukan selincah-lincahnya hati, mengkakukan sefasih-fasihnya lidah, melumpuhkan sesehat-sehatnya tubuh, dan memandulkan seindah-indahnya bakat.

Tuhan kami Yang Maha Melapangkan,

Tenagailah kesungguhan kami untuk menjadi jiwa-jiwa yang damai dalam keikhlasan untuk melakukan yang harus kami lakukan untuk menjadi semakin Kau kasihi, dan menghindari yang menjadikan kami merasa jauh dari kasihMu.

Tuhan kami Yang Maha Perkasa,

Bebaskanlah kami dari rasa takut ini, murnikanlah keikhlasan kami kepada tuntunan kebaikanMu, besarkanlah keberanian kami untuk melakukan yang justru kami takuti, dan luaskanlah pandangan hati kami - agar tak ada masalah yang tampil lebih besar daripada kemampuan kami dan daripada pendampinganMu.

Engkaulah Tuhan kami,

Damaikan, kuatkan, dan beranikan hati kami - untuk memenuhi harapanMu - agar kami menjadi sebaik-baik manusia, yang bermanfaat bagi sesama kami.
readmore »
0
Anda disiapkan bagi peran membesarkan kehidupan |



Berikut adalah 5 tanda bahwa Anda bukan jiwa sederhana,


bahwa Anda disiapkan bagi peran membesarkan kehidupan:


1. Anda memiliki mimpi-mimpi yang besar.
2. Anda menyukai sesuatu secara ekstrem.
3. Anda memiliki kecenderungan untuk mengkritik.
4. Anda memprotes perlakuan orang lain yang tidak menghormati Anda.
5. Anda tersiksa antara impian yang besar dan kenyataan hidup yang lamban.

Yang manakah Anda?
Yang manakah yang paling dominan menjadi sifat Anda?
readmore »
0
Kartu Kepribadian...(Jurus Ampuh Menghadapi Anak "Nakal") |


“Disaat orang lain menganggap sesuatu yang kau lakukan tak mungkin berhasil, maka tetaplah maju dan jangan pernah berfikir untuk mundur walau selangkah saja. Karena pasti Tuhan akan memberikan jalan yang mungkin kau pun tak pernah menduga, saat kesulitan yang engkau hadapi benar—benar berada dalam puncaknya”

Kamis, 24 november 2011-11-25

Pagi ini masih sama seperti pagi-pagi sebelumnya. Kuayunkan langkahku menuju sekolah, walaupun ku tahu tak akan ada guru yang datang sepagi ini. Tapi biarlah, ku tetap niatkan untuk berangkat. Biarlah langkah kecil ini kan mengukir sebuah kata yang tak banyak orang memahaminya. Ya, sebuah kata yang akan memberikan efek luar biasa tanpa harus banyak ucapan yang keluar dengan sia-sia. Satu kata itu sangat dekat dengan kita, namun sering kali kita acuh terhadapnya. Ya...dialah keteladanan. Sebuah kata yang sederhana, namun sulit untuk dilakukan. Sebuah kata yang seharusnya menjadi kepribadian para pemimpin di negeri ini.

Mentari yang tadinya masih ragu untuk muncul, kini terlihat kokoh dan yakin memamerkan sinarnya kesana-kemari. Sinar itu pun tertangkap pepohonan yang berdiri kokoh di depan sekolah. Anak-anak tampak tak peduli dengan urusan sinar-sinar itu. Mereka terlihat asyik dengan permainan mereka. Ada yang berlari kesana-kemari, main bola, atau main lompat tali bagi yang perempuan. Sementara aku masih berfikir keras mencari ide tambahan untuk kubawa sebagai bahan ajar di kelas nanti. Syukurlah, ide yang kunanti-nantikan akhirnya muncul juga. Segera kuambil kertas warna,dan kemudian kugunting menyerupai bentuk kartu remi sebanyak 7 buah, karena jumlah muridku di kelas IV memang hanya 7 anak. Tak masalah, walau hanya 7 tapi semangatnya tak bisa dianggap remeh, setara dengan 21 anak. Tak berapa lama, guntingan kertas itu pun selesai. Kutulisi kartu itu satu persatu dengan macam-macam sifat terpuji. Ada sopan, rajin, baik hati, sabar, penolong, jujur dan pemberani. Karena itulah aku menyebutnya dengan nama “Kartu Kepribadian”.

Bel tanda masuk telah kubunyikan. Kuayunkan langkahku menuju ruang kelas IV yang tak jauh dari ruang guru. Hanya berjarak belasan meter. Keyakinan  tingkat tinggi tetap menghiasi fikiranku, bahwa cara yang akan coba kupraktekkan ini akan berhasil. “Baiklah anak-anak, pagi ini bapak punya permainan untuk kalian”. “Horeeeee....”balas mereka serentak sambil tepuk tangan. Kebetulan jumlah mereka kali ini hanya 5 anak. Ada dua anak lagi yang tidak masuk sekolah karena membantu orang tuanya di kebun. Di sini adalah hal yang biasa, anak tidak masuk sekolah hanya karena ke kebun dan ke pasar membantu orang tuanya,  atau juga menjaga adiknya di rumah. “Ada yang tahu ini apa?”tanyaku sambil menunjukkan kertas berbentuk kartu remi di tanganku. “Kartuuuuuuuu”jawab mereka serentak. “Baik anak-anak, dalam kartu ini sudah bapak tuliskan beberapa macam sifat baik yang harus kalian miliki. Bapak menyebut kartu ini sebagai kartu kepribadian. Bapak menyebutnya apa anak-anak? Tanyaku mencoba memastikan bahwa mereka menangkap apa yang kukatakan. “Kartu Kepribadiaaan” jawab mereka.“Permainannya begini, pertama bapak akan mengocok kartu ini, sementara kalian pejamkan mata dan ambil kartu ini satu per satu. Jangan sekali-kali membuka mata sebelum bapak minta untuk membuka mata. Ok?..Bagaimana anak-anak, siap untuk bermain?” Siaaaaap,” Kelas IV?” Akuuu pasti JUARAAAAA!” teriak mereka bersemangat lengkap dengan gerakan yang telah kuajarkan pada mereka.

Satu per satu kartu Kepribadian telah berada di tangan mereka. “Oke anak-anak, kalian telah mendapatkan kartu yang di dalamnya tertulis sifat-sifat terpuji. Nah, sekarang bapak tantang kalian untuk mempraktekkan sifat itu paling tidak mulai dari sekarang sampai nanti malam saat kalian tidur. Kalian sendiri yang memilih kartu itu, maka kalian jugalah yang harus bertanggungjawab untuk mempraktekkan sifat yang tertulis dalam kartu itu. Bapak yakin anak-anak  Tati Bajo adalah anak-anak yang baik dan bertanggung jawanb. Anak-anak Tati Bajo adalah anak yang hebat. Wahai anak-anakku, banyak orang menyebut kalian anak-anak gunung. Mereka bilang anak gunung itu nakal, anak gunung itu tak bisa diatur, anak gunung itu tidak sopan. Biarkanlah mereka berkata begitu, tak perlu kalian dengarkan, yang pasti hari ini kita akan buktikan kepada mereka, bahwa apa yang mereka katakan itu salah. Kalian adalah anak-anak yang baik, kalian anak-anak yang semangat belajar demi meraih cita-cita, itulah sebabnya bapak selalu bersemangat mengajar kalian Ingatlah...tak boleh ada satupun orang yang memandang rendah kalian, karena kalian tak pantas untuk direndahkan.  Jika ada orang yang berani menghina kalian, maka  percayalah wahai Prajurit Mimpi (julukan untuk mereka), bapaklah orang pertama yang akan membela kalian, karena kalian adalah murid-murid kebanggaan bapak,, bapak yakin kalian bisa berubah menjadi anak-anak yang baik, jika kalian mau berusaha. Hari ini, kalian harus bertekad untuk membuang sifat-sifat buruk kalian satu per satu dan menggatinya dengan sifat-sifat yang baik....Siap menerima tantangan dari bapaaak?” tanyaku mencoba mengobarkan semangat mereka. “Siaaaaaap!"jawab mereka dengan raut wajah penuh semangat dan mata berkaca-kaca. Kusematkan satu per satu “Kartu Kepribadian” itu di kerah depan baju mereka. Semoga ini menjadi langkah kecil yang menjadi awal perubahan besar dalam hidup mereka. “Tinggal kita lihat hasilnya saja”pikirku.

Waktu istirahat pun tiba. Jam menunjuk tepat angka 10. Sengaja aku duduk santai di depan ruang guru.  Kuperhatikan segala tingkah polah anak-anak, khususnya anak-anak kelas VI yang terlihat bangga karena memakai kartu kepribadian di bajunya. Aku hanya ingin tahu, apakah kartu itu cukup memiliki efek atau tidak bagi mereka. Subhanallah, apa yang kulihat kali ini benar-benar ajaib. Rahman muridku yang biasanya sangat temperamen, kali ini ketika salah seorang teman menendang kakinya disaat main bola, dia sama sekali tak membalasnya, bahkan dia bersedia memaafkan temannya itu. Sebenarnya kulihat awalnya dia ingin marah, tapi salah seorang temannya menunjuk  kartu yang tertempel di kerah bajunya, berusaha mengingatkan Rahman tentang  kartu “Baik Hati”, sehingga sekuat tenaga Rahman berusaha menahan amarahnya” Lucu sekali, tapi aku suka itu. Selain Rahman, ada lagi yang tak kalah uniknya. Sugiyono yang saat itu mendapatkan “Kartu Penolong”, kuperhatikan dia mulai berubah benar-benar menjadi anak yang penolong, Mulai dari mengambilkan saya minum sampai membantu temannya memahami pelajaran Matematika telah dilakukannya. Padahal sebelumnya, anak itu tergolong anak yang individualis. Di tengah kesibukannku memperhatikan tingkah polah anak-anak di lapangan, tiba-tiba beberapa anak kelas 5 datang menghampiriku. “Pak Ariif, kami juga mau lah pak dikasih tulisan-tulisan seperti kelas IV” pinta mereka sedikit merengek. “Kalian juga mau? Oke nanti bapak buatkan ya”...Yeeee” sambut mereka penuh suka cita. “Yes...Hari pertama sukses besar untuk sebuah awal perjalanan “Kartu Kepribadian” pikirku. Tinggal menunggu hari-hari selanjutnya. Semoga memang menjadi awal perubahan yang manis untuk mereka. Agar mereka tak lagi dipandang sebelah mata. Agar orang tua mereka pun tak malu dan bahkan bangga menyebut mereka sebagai anak-anaknya (arif).

readmore »
0
Benarkah di Ruangan Ini Ada Udara? |


Hari masih gelap, belum terdengar suara Anjing menggonggong. Kudengar suara langkah kaki di lantai papan yang semakin lama semakin mendekat. “Ana cari apa, pagi-pagi begini sudah bangun?”, rupanya mamak terbangun dari tidurnya karena mendengar bunyi gaduh di dapur belakang akibat ulahku. Aku sedang mencari alat-alat dapur yang bisa kujadikan alat peraga untuk pelajaran IPA siang nanti. Tidak banyak yang kubutuhkan, tidak sulit pula untuk mendapatkannya karena semuanya telah tersedia di dapur ini: satu gelas, satu kotak makan, satu mangkuk dan satu botol yang semuanya transparan.

Pelajaran IPA untuk pertemuan hari ini ingin kuisi dengan praktikum. Aku ingin anak-anak tidak hanya mendengarkan teori dan berandai-andai tentang bagaimana teori tersebut dibuktikan. Aku ingin mereka membangun pemahaman konsep dari apa yang mereka lakukan, amati dan mereka buktikan sendiri. Semua peralatan sederhana telah berhasil kusiapkan. Lembar kerja pun sudah ku-copy-kan. Berbekal satu ember berisi air parit yang diambilkan oleh salah satu murid, aku masuk kelas dengan wajah sumringah.

“Coba tebak, apa yang akan Ibu lakukan dengan air ini!”. Semua mengerutkan kening. Mereka mencoba menerka apa yang kira-kira akan kulakukan dengan semua peralatan yang kubawa.

“Air kan benda cair Bu!”

Aku terkesima ketika salah seorang muridku mencoba menebak dengan jawaban mendekati topik pelajaran yang akan dibahas hari ini. “Ya, kita akan belajar tentang sifat-sifat benda cair, gas dan benda padat”, paparku sambil membagikan lembar kerja. “Nah anak-anak, sebelum kita mulai praktikum, Ibu minta tolong dua meja paling depan ini disatukan dulu”, murid kelas ini jumlahnya sedikit dan semuanya suku asli. Kelas kecil semacam ini membuatku leluasa untuk menerapkan kurikulum individu pada saat teori dan tidak perlu membagi kelompok pada saat praktikum (kecuali jika dibutuhkan), alat peraga yang perlu kusiapkan pun cukup satu set. Anak-anak segera melaksanakan arahanku, nampaknya mereka ingin segera tahu apakah gerangan yang akan kami lakukan pada pertemuan ini.

“Perhatikan petunjuk pada kertas yang sudah Ibu bagikan! Alat dan bahan apa saja yang perlu disiapkan?”. Mereka pun menyebutkan alat dan bahan yang dibutuhkan, kemudian segera meletakkan di atas meja yang sudah mereka siapkan tadi. “Lalu apa yang hendak dilakukan dengan alat-alat ini Bu?”, mereka terlihat bingung dan tidak tahu apa yang harus dilakukan. Aku tidak tahu sebelumnya mereka pernah melakukan praktikum atau tidak, tapi antusiasme dan minat belajar mereka terlihat sangat tinggi ketika diajak belajar sambil mempraktikkan. Biasanya mereka hanya dapat bertahan dalam lama waktu tertentu di dalam kelas. Jika konsep sudah mereka pahami atau paling tidak sudah disampaikan oleh guru, dan mereka sudah merasa penat, mereka tidak segan minta ke luar kelas untuk bermain. Karena itu, guru-guru di sekolah kami pun harus pandai-pandai mencari cara yang menarik dan menyenangkan dalam menyampaikan konsep dari suatu mata pelajaran. Bahkan tidak jarang kami belajar di luar kelas untuk menyelingi suasana belajar siswa agar lebih dekat dengan objek yang dipelajari.

Setelah kujelaskan langkah-langkahnya, secara bertahap mereka melaksanakan petunjuk sesuai lembar kerja. Diawali dengan sifat benda cair. Dengan sigap mereka memindahkan air dari satu wadah ke wadah lainnya untuk membuktikan bahwa benda cair mengikuti bentuk tempatnya. Kemudian mereka menuang air di halaman sekolah agar dapat mengamati bahwa air mengalir dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah. Selanjutnya, membuktikan bahwa di lingkungan sekitar kita terdapat udara.

“Tahukah kalian bahwa di ruangan ini ada udara?”, pertanyaan pretest untuk mengajak mereka mengingat-ingat materi wujud benda gas yang pernah dipelajari di kelas sebelumnya.

“Ada Bu!”

“Apa buktinya?”

“Hmm...entahlah Bu”, jawaban yang biasa mereka lontarkan saat tidak bisa menjawab suatu pertanyaan. Mulanya aku merasa jengkel ketika mendengar jawaban ‘entahlah’, bagiku terdengar tidak sopan. Tapi, ternyata itu memang bahasa mereka. Jawaban ‘entahlah’ mereka ungkapkan ketika sudah tidak mampu lagi berpikir untuk menjawab suatu pertanyaan, meskipun ada juga yang kadang langsung menjawab ‘entahlah’ tanpa berpikir terlebih dahulu.

Aku mengipas rambut salah seorang muridku, “Coba perhatikan, apa yang terjadi ketika rambut Aris Ibu kipas?”. “Bergeraaak!”, jawab mereka serentak. “Nah, itu menunjukkan bahwa di ruangan ini ada udara. Ketika Ibu mengipas rambut Aris, udara di sekitar rambut Aris bergerak. Udara yang bergerak itu kemudian disebut angin. Ada yang suka main layang-layang? Kalau tidak ada angin, layang-layangnya bisa terbang tidak?”, lanjutku membawa alam berpikir mereka pada contoh yang mereka sukai.

“Tidak Bu...karena udaranya tidak bergerak!”, ternyata mereka dapat memahami konsep dengan cepat.

“Nah, anak-anak...ayo kita buktikan apakah di ruangan ini ada udara atau tidak. Coba kerjakan petunjuk kerja berikutnya!”

Mereka pun memasukkan gelas kosong ke dalam kotak makan transparan berisi air, dengan posisi tegak dan tertelungkup serta dilakukan dalam waktu singkat. Mereka dapat mengamati bahwa air tidak masuk ke dalam gelas karena di dalamnya sudah terisi udara. Masing-masing anak mencoba dan tanpa kuminta mereka memberikan apresiasi tepuk tangan bagi yang berhasil meletakkan gelas ke dalam air tanpa ada air yang masuk ke dalamnya. Suasana menjadi semakin seru ketika kutunjukkan pada mereka bahwa gelas terisi air tidak akan tumpah saat diletakkan dalam posisi terbalik hanya dengan penutup kertas HVS. Senang sekali melihat mereka dapat menyimpulkan sendiri konsep yang mereka pelajari melalui metode konstruktivisme pada praktikum hari ini*_*. Akhirnya dua jam mata pelajaran dapat dilalui tanpa ada satu pun yang meminta ke luar main pada saat pelajaran berlangsung.

Oleh: Mo Awwanah


readmore »